Liputan Cyber || Surabaya Jatim

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Kota Surabaya menyoroti fenomena maraknya game daring, khususnya Roblox, yang dinilai memuat konten berbahaya bagi anak-anak. Pandangan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Komnas PA Kota Surabaya, Syaiful Bachri yang menyebut pelarangan semata tidak cukup, tapi juga perlu pendekatan yang sistematis dan edukatif.
Diketahui, game roblox belakangan ini menjadi sorotan setelah Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti melarang anak-anak memainkannya. Game ini disebut memuat adegan kekerasan, bahkan konten berbau pornografi, sadisme, horor, pergaulan bebas, hingga inses.
“Kami melihat ada 15 game dalam roblox yang teridentifikasi paling berbahaya yang mungkin ditemukan oleh anak-anak, dalam pornografi, sadisme, horor, kecemasan, pergaulan bebas hingga yang sedarah. Kondisi ini menunjukkan akses teknologi tanpa pengawasan orang dewasa bisa berdampak serius terhadap kondisi psikologis anak,” ujar Syaiful, Senin (11/8/2025).
Menurut Syaiful, teknologi itu ibarat dua sisi mata uang yang bisa berdampak baik jika digunakan dengan benar, tetapi juga berbahaya tanpa kontrol orang tua.
Roblox sendiri, sebenarnya didesain untuk area bermain bagi kalangan anak-anak. Tetapi masalahnya, tidak semua orang tua maupun guru sebagai pendamping anak memahami isi dari permainan itu. Termasuk konten-konten yang mengandung unsur kekerasan atau manipulasi psikologis.
“Masalahnya adalah pemain dapat berkomunikasi dengan orang lain, kecuali jika anda mengatur kontrol orang tua agar anak hanya dapat berinteraksi dengan pengguna tertentu aatau sama sekali tidak berinteraksi dengan siapa pun. Kita tidak akan tahu dengan siapa anak bertemu dan berbicara secara online.Perhatikan bahwa game ini menganjurkan pembelian dalam game, jadi orang tua perlu berhati-hati terhadap hal ini,” terang Syaiful.
Syaiful yang juga diketahui menjabat sebagai Wakil Ketua Komnas Anak Jawa Timur itu telah mencatat bahwa bentuk kekerasan yang dilakukan anak kini semakin beragam. Tidak lagi sekadar bertengkar atau saling memukul, tapi sudah dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat dan mainkan.
“Kalau dulu anak itu bertengkar, mukul karena emosi. Tapi sekarang cara melakukannya berbeda, karena dia mendapatkan contoh dari apa yang dia lihat. Di game itu kan ada instruksi, dan anak-anak cenderung menganggap itu perintah yang harus dijalankan,” jelasnya.

Siswa dan guru SD Dumas bersama Komnas Perlindungan Anak Kota Surabaya berpose usai deklarasi Sekolah Ramah Anak, sebagai komitmen bersama menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan bebas kekerasan.
Langkah Strategis
Melihat kompleksitas ini, Syaiful menilai, adanya pelarangan game roblox itu tidaklah dapat menyelesaikan masalah yang ada. Ia menyarankan perlu ada pendekatan dengan empat langkah strategis untuk menangani fenomena game online negatif seperti Roblox.
1. Adanya perhatian dari pemerintah dalam hal ini seperti Dinas Kominfo yang memiliki regulasi terkait teknologi dan aturan bersama DPR RI Komisi 1 yang melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama serta elemen bangsa lain terkait sensor, pelarangan serta pengawasan.
2. Secara substitusi, perlu mengganti permainan yang dianggap bermasalah dengan alternatif lain yang lebih aman dan edukatif. Serta mendorong gerenasi muda bangsa terutama para calon kreator muda untuk membuat terobosan yang mengakar pada budaya serta permainan aman untuk anak serta menjadi kesempatan meningkatkan kreatif dari permainan tradisional dalam dunia digital melalui aplikasi berbasis tehnologi.
3. Adanya komplementasi atau menyediakan jenis permainan serupa, namun mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yang kuat berdasarkan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, olahaga yang berdasarkan budaya lokal.
4. Adanya kerja sama dari segenap potensi bangsa guna memperkokoh dan melindungi anak bangsa sebagai asset generasi emas Indonesia 2045. Selain Kominfo, juga melibatkan kementrian pendidikan, pariwisata, industri kreatif dan lain-lain.
Tak lupa, Syaiful pun menekankan pentingnya peran pemerintah dari pusat hingga RT/RW, serta kolaborasi antara sekolah dan orang tua dalam menciptakan ruang edukatif di dunia digital. Baginya, larangan tanpa edukasi dinilai hanya akan memicu rasa penasaran anak.
“Maka perlu cara dan pendampingan yang tepat terkait game yang berpotesi negatif atau positif. Perlu pola menyikapi dengan pemberian paparan yang bijak terkait sebuah game, jangan dilihat game online saja, tapi ada nilai yang mau ditanamkan di sana, nilai pendampingan, kemudian meminimalisir dampak negatif dan sebagainya. Orang tua jangan alay serta abai terkait tumbuh kembang anak di era digital ini,” pesan Syaiful.(Red)

