Komisi E DPRD Jatim Harap BPJS Tingkatkan Pelayanan

Liputan Cyber || Jatim

Masih banyaknya keluhan pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan terhadap pelayanan yang diterima ketika di rumah sakit, mendapat perhatian serius anggota Komisi E DPRD Jatim, dr.Benjamin Kristianto, MARS. Dirinya menegaskan dan berharap agar pelayanan terhadap pasien yang menggunakan BPJS harus diutamakan terlebih dahulu dibandingkan masalah keuangannya.

 

“BPJS adalah lembaga asuransi kesehatan milik negara, sehingga yang diutamakan adalah pelayanan kesehatannya bukan mengutamakan keuanganya saja,” ujarnya usai melakukan rapat dengar pendapat antara Komisi E DPRD Jatim bersama kepala BPJS Provinsi Jawa Timur dan pimpinan-pimpinan rumah sakit milik Penprov Jatim, Kamis (09/01/2025).

 

Menurut Benjamin, memang ada banyak keluhan pula dari Rumah Sakit yang menerima pasien BPJS dalam hal administrasi, yang mengakibatkan mereka merugi karena harus mengembalikan dana yang sudah diterima. Seperti pengakuan RSUD dr. Soetomo, RSUD dr. Soedono dan lainnya yang merasa berat harus mengembalikan tidak tepatan keuangan pelayanan kesehatan setelah diverifikasi.

 

“Seperti rumah sakit dokter soedono yang sampai harus mengembalikan sebelas milyar. Ini khan cukup membuat mereka kecewa juga,” ujar Politisi asal Fraksi Gerindra.

 

Sebagai lembaga asuransi milik negara, kata dr Beny sapaan akrabnya, seharusnya BPJS melihat lebih dalam lagi apa saja yang dilakukan pihak rumah sakit dalam menyerap uang asuransi dari BPJS untuk pelayanan masyarakat, sehingga apabila ada anggaran yang cukup tinggal BPJS menambah lagi untuk pelayanan kesehatan yang belum tercover. Selain itu penyakit apa saja yang diprioritaskan pelayannya.

 

“Semua masih belum jelas oleh BPJS. Misal kasus penyakit Jantung di Indonesian BPJS mengeluarkan uang 17 triliun. Padahal, selama ini pasien penyakit jantung banyak diderita orang-orang tertentu dalam tanda kutip orang kaya  atau penyakit tergolong high class. Itu mudah dikeluarkan,” jelasnya.

 

Tapi untuk penyakit typus, diare  dan lainnya,  semisal  ada pasien berusia 19 tahun atau 20 tahun yang menderita penyakit types tidak boleh menggunakan BPJS sebelum muntah-muntah 3 hari. Atau sakit diare yang tidak boleh menggunakan pelayanan BPJS sebelum pingsan. “Ini kan aneh, masak kita harus tanya dulu pada pasien kamu sudah muntah berapa kali, terus kita tolak, kan tidak begitu prakteknya,” lanjut pria yang juga pemilik RS Sheila Medika Sidoarjo.

 

Untuk itu guna memaksimalkan pelayanan dan pasein BPJS bisa terlayani dengan baik dan maksimal khususnya pasien menengah kebawah atau masyarakat miskin, BPJS perlu lakukan klasifikasi lebih jelas lagi. Misal kata anggota DPRD Jatim dari Daerah Pemilihan (Dapil) II, Sidoarjo, pasien penyakit jantung yang notabene orang kaya, biarlah menggunakan uangnya sendiri. Tidak harus menggunakan BPJS. Sehingga pasien yang benar benar membutuhkan bisa tercover. Biarlah BPJS untuk orang-orang yang membutuhkan.

 

“Saya juga mengusulkan agar BPJS menempatkan satu orang di rumah sakit-rumah sakit yang menggunakan BPJS . Hal ini dilakukan agar BPJS tahu apa saja yang terjadi dalam pelayanan di rumah sakit tersebut. Sehingga yang diutamakan itu pelayanan kesehatan yang lebih baik. Bukan mengutamakan keuangannya,” pungkasnya. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

OJK : Awal 2025, Kinerja Intermediasi Perbankan Tumbuh Positif

Kam Jan 9 , 2025
Liputan Cyber || Jatim Kinerja intermediasi perbankan tumbuh positif dengan profil risiko yang terjaga. Pada November 2024, pertumbuhan kredit masih melanjutkan double digit growth sebesar 10,79 persen yoy (Oktober 2024: 10,92 persen) menjadi Rp 7.717 triliun. Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), M. Ismail […]