Liputan Cyber || Surabaya
Turunkan saja aku dari puncak tiang dan sia-sia aku berkibar jika merah putihku ini hanya untuk kepura-puraan. Berangkat dari kegelisahan akan eksistensi sebuah negara yang bernama Republik Indonesia ungkapan di sela-sela perayaan kemerdekaan bahwa Republik Indonesia belum merdeka.
Realitas kondisi sosial, ekonomi hukum dan bidang lainnya terpuruk dalam penderitaan menyakitkan selain itu para pejuang kemerdekaan yang masih hidup lebih dari satu dasawarsa terlupakan hingga terlantar. Kebutuhan hidup semakin mahal sementara upah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan juga minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan sehingga berdampak pada meningkatnya jumlah angka pengangguran dan kriminalitas. Data jumlah anak-anak yang mengalami putus sekolah karena orang tuanya tidak mampu menanggung biaya serta kebutuhan sekolah maka pantas sudah ” Orang Miskin Dilarang Bersekolah “. Keprihatinan atas sejumlah kasus terkait penegakan hukum selalu saja tajam ke bawah tumpul ke atas sehingga keadilan hanya sebatas khayalan.
Ketololan dan kebobrokan hampir tidak ada sedikit ruang untuk menceritakan tentang prestasi bangsa dan negara ini bukan hutang negara pertahun untuk mewujudkan cita-cita The Founding Fathers atau Bapak Pendiri Bangsa.
Semarak perlombaan 17 Agustusan dan pementasan di gang- gang kampung sekedar kegiatan rutinitas di laksanakan hanya demi hiburan sesat untuk melupakan beban hidup yang berat tanpa memaknai kemerdekaan sesungguhnya.
Setelah usai perayaan 17 Agustusan, masyarakat terutama masyarakat miskin di hadapkan lagi pada masalah hidup yang menghimpit. Republik Indonesia secara de jure dan de facto sudah merdeka namun belum merdeka seutuhnya atau sesungguhnya termaktub di UUD 1945 yang telah diubah atau dirubah.
Dalam hal pengelolaan kekayaan alam masih di jajah atau terjajah oleh negara asing juga aseng dari sektor ekonomi dan segi lainnya. Seolah-olah tidak ada harapan untuk hidup di negara kaya raya ini, lantas Republik ini milik siapa ? Akibatnya tidak sedikit yang berteriak ” Indonesia Belum Merdeka !” Maka perlu juga di garisbawahi bahwa semua ini adalah ketololan dan kelemahan didalam hakekat mengisi kemerdekaan.
Bangsa yang besar dan kuat adalah bangsa yang menghargai dan menghormati jasa para pahlawannya. Jika tidak adil dan tidak jujur berarti masih belum mampu berdiri di atas kaki sendiri sebagai sebuah bangsa dan negara sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidup, rakyat atau masyarakatnya masih tergantung dari bangsa dan negara lain.
Korupsi telah merajalela tak tersentuh penguasanya serta kroni- kroninya masih hidup bermewah-mewah dengan harta dari tahta maka omong kosong menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan seluruh rakyat Republik Indonesia.
Karya Eko Gagak
Bersambung ……….